Senin, 01 Februari 2016

Problematika Hukuman Mati dengan HAM di Indonesia

Problematika Hukuman Mati dengan HAM di Indonesia
                   

1.    Pendahuluan
1.1  Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Salah satu masalah yang di perdebatkan adalah hukuman mati. Perdebatan tentang hukuman mati sudah cukup lama berlangsung dalam wacana hukum pidana di Indonesia. Dari pendekatan historis dan teoritik, hukuman mati adalah pengembangan teori absolut dalam ilmu hukum pidana. Teori ini mengajarkan tentang pentingnya efek jera (detterence effect) dalam pemidanaan.
Dari pendekatan secara historis dan teoritik tersebut maka hukuman mati menjadi wacana pro dan kontra di Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Bagi yang kontra didasarkan pada alasan atau menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia), salah satunya ialah hak manusia untuk hidup hal ini didasarkan pada Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Keabsahan hukuman mati terus dipertanyakan. ini terkait dengan pandangan “Hukum Kodrat” yang menyatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurang (non-derogable rights) oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun termasuk oleh negara, atas nama hukum atau dalam situasidarurat. Sebagai hak yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun meski atasnama Tuhan sekalipun. berangkat dari alasan inilah maka hukuman mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
 Sebaliknya bagi yang pro berpendapat bahwa penjatuhan hukuman mati tidak adahubungannya dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebab segala bentuk hukuman pada dasarnya melanggar hak asasi orang. Penjara seumur hidup itu juga merampas hak asasi,sebab pemidanaan dijatuhkan dengan melihat tindak pidana atau perbuatan yang dilakukanoleh terdakwa. Hukuman mati dilakukan terhadap pelanggaran norma hukum yang mengancam suatu perbuatan sehingga harus dihukum demikian. Secara normatif hukuman mati diterapkan di negara-negara modern khususnya Indonesia atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan subversi, makar, terorisme, pembunuhan berencana dan lain-lain. Dengan demikian pantaslah orang yang melakukan demikian dijatuhi hukuman mati.
Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM dan hukuman mati. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Problematika Hukuman Mati dengan HAM di Indonesia”.

1.2    Rumusan Masalah
      Rumusan masalah dalam makalah ini dijabarkan sebagai berikut.
a.    Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)?
b.    Bagaimana penjelasan Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran global?
c.    Apa saja permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia?
d.   Masih relevankah hukuman mati diterapkan di Indonesia berkaitan dengan Hak Asasi Manusia?

1.3  Tujuan
      Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a.    Memaparkan pengertian HAM
b.    Memaparkan konsep HAM pada tataran global
c.    Memaparkan permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia
d.   Mengidentifikasi apakah hukuman mati masih cocok diterapkan di Indonesia



2.    Pembahasan
2.1  Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Di dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar )1945 amandemen kedua dijelaskan: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum yang berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28 A dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua merupakan pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua hanya mengatur tentang hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 hak asasi manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan normal (tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak normal (keadaan darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata) hak hidup tidak dapat dikurangi oleh Negara, Pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup bersifat non deregoble human right artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Hak hidup tidak bersifat deregoble human right artinya dapat disimpangi dalam keadaan daraurat atau ada alasan yang diatur didalam peraturan perundang undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancamdengan hukuman mati.Dari pembahasan tentang Hak Asasi Manusia diatas dapat kita simpulkan bahwa Negara menjamin hak hak asasi tiap tiap warga negaranya yang terdapat dalam Undang-Undang 1945.

2.2    HAM pada Tataran Global
Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM ,yaitu:
a. Ham menurut konsep Negara-negara Barat
1) Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
2) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
3) Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
4) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.

b. HAM menurut konsep sosialis;
1) Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat
2) Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
3) Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.

c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
1.Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.
2.Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga
3.Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

d.HAM menurut konsep PBB;
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut Universal Decralation of Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
Ø Hak untuk hidup
Ø Kemerdekaan dan keamanan badan
Ø Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
Ø Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
Ø Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara
Ø Hak untuk mendapat hak milik atas benda
Ø Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
Ø Hak untuk bebas memeluk agama
Ø Hak untuk mendapat pekerjaan
Ø Hak untuk berdagang
Ø Hak untuk mendapatkan pendidikan
Ø Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
Ø Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
2.3    Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3), pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
  1. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional
  2. Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
  3. Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen
  4. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
  5. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
  6. Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
  7. Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
  8. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
  9. Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
  10. Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
2.4    Sistem Hukum di Indonesia Terkait Hukuman Mati
Ada 3 sistem hukum yang terdapat di Indonesia : Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Islam, dan Sistem Hukum Adat. Ketiga sistem ini dikemas menjadi satu Sistem Hukum Nasional.
Ketiga sistem hukum tersebut membahas tentang kejahatan terhadap nyawa yang berbeda-beda. Dalam sistem hukum barat yang tertuang dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), Pidana mati adalah hukuman yang terberat dari semua yang diancamkan terhadap kejahatan yang berat, misalnya :
a. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Didalam pasal tersebut dijelaskan: Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan
 pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
 b. Kejahatan terhadap keamanan Negara, Pasal 104 KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana). Di dalam pasal tersebut dijelaskan: Makar dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana paling lama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
c. Melanggar Pasal 124 ayat (3) ke 1 dan ke 2 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) ancaman hukumannya pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Dalam sistem hukum adat sering kita dengar bahwa “Nyawa harus dibayar dengan nyawa” hal ini menunjukan bahwa didalam hukum adat mengenal hukuman mati.
 Namun kembali pada salah satu asas berlakunya undang-undangyaitu: Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang sama dan salingbertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang lebihtinggi dan menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori). Ini berarti apabila hukuman mati diberlakukan oleh negara, maka hukum adat perda tidak berhak menentang. Sebaliknya, jika hukum adat atau perda memberlakukanhukuman mati tetapi negara tidak, maka tidak boleh ada hukuman mati.
Jika ditinjau dari segi hukum agama, faktanya terdapat beberapa agama yang mengindikasikan adanya hukuman mati termasuk bagian yang tidak mendukungnya. Berikut saya sampaikan indikasi pro dan kontra hukuman mati dari berbagai agama:
1.Agama Hindu
Di dalam kitab hukum Hindu salah satunya Manawa Dharmasastra memuat tentang tindakan yang dilarang beserta sanksinya. Beberapaayat memuat hukuman mati untuk bentuk kejahatan tertentu.Namun dalam Śānti Parva (Mahābharāta) ada sebuah percakapanantara pangeran Satyavan dengan raja Dyumatsena sebagai berikut:
Pangeran Satyavan: Terkadang kebajikan membuat kita mengetahuidosa dan dosa membuat kita mengetahui bentuk kebajikan. Dan tidak akan pernah mungkin membinasakan manusia dapat dianggap suatuperbuatan yang bijak.
Raja Dyumatsena: Apabila mengecualikan mereka yang harusdibunuh adalah bijak, apabila perampok dikecualikan, Satyavan, makaperbedaan antara kebajikan dan perbuatan dosa akan samar.
Pangeran Satyavan: Tidak dengan membinasakan seorang pelakukejahatan, seorang Raja hendaknya menghukum dia sebagaiseseorang yang ditakdirkan berdasarkan Kitab. Seorang Raja hendaknya tidak berbuat sebaliknya, mengabaikan moral untuk merendahkan martabat pelaku kejahatan. Dengan membunuh seorangpelanggar, Raja membunuh banyak orang tidak berdosa. Dengan membunuh seorang perampok tunggal, istri, ibu, bapa dan anak yangbersangkutan semuanya ikut terbunuh. Ketika dirugikan oleh seorangpelaku kejahatan, Raja oleh karenanya harus merenungkan persoalanpenghukuman. Terkadang orang jahat terlihat meniru kebaikan dariorang baik. Hal tersebut mencerminkan anak yang baik berasal dariketurunan orang jahat. Maka dari itu sebaiknya orang jahat tidak dimusnahkan. Pemusnahan seorang jahat tidak sesuai dengan hukumkeabadian dalam agama Hindu.Percakapan ini menjadi landasan bahwa hukuman mati tidak diperlukan dalam agama Hindu.
 2.Agama Kristen
Kalangan Kristen dari umat biasa sampai pendeta baik dari KristenKatolik maupun Kristen Protestan memiliki pandangan yang berbedamengenai hukuman mati.“Surat Paulus kepada Jemaat di Roma” bab 13 ayat 1-4 tentang keharus-patuhan rakyat terhadap pemerintahmenjadi landasan berlakunya hukuman mati. Namun bagi kalanganKristen yang menentang, mereka berlandaskan Exodus bab 20 ayat 13, yang menuliskan: “Kamu tidak boleh melakukan pembunuhan”.Kemudian dalam Surat Yesaya ayat 5 dijelaskan: “Beginilah firman Allah, Tuhan yang menciptakan langit dan membentangkannya, yangmenghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yangmemberi nafas kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawakepada mereka yang hidup di atasnya.”Kesimpulannya dalam Kristen ada ayat (dalam surat Exodus) yangmenyatakan dengan tegas bahwa tidak boleh membunuh.
3.Agama Islam
Bentuk peraturan dalam ajaran Islam terdiri dari hudud (suatu bentuk peraturan yang bentuk pelanggaran dan sanksinya sudah di atursecara pasti dan ta’zir (suatu bentuk peraturan yang bentuk pelanggarannya sudah di atur tetapi bentuk sanksinya di serahkan kepada negara).Dalam agama Islam dikenal apa yang dinamakan Kisas (memberikanperlakuan yang sama kepada pelaku pidana sebagaimana ia melakukannya terhadap korban. Dasar berlakunya kisas ini adalah berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, yakni surat kedua dari Al-Quran, ayat 178 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hambadengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamudan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,maka baginya siksa yang sangat pedih.”.
Dalam penjelasannya diterangkan bahwadiat  adalah suatu ganti rugi yang dibayarkankepada ahli waris korban. Dalam hukum Islam hukuman mati dapat diganti dengan pembayaran ganti rugi kepada ahli waris korbanapabila sebelumnya ahli waris korban telah memaafkan pelakukejahatan pembunuhan atas apa yang dilakukannya. Selanjutnya dalam ayat 179 Allah SWT berfirman: “Dan dalam kisas itu adajaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal,supaya kamu ber-taqwa”.
 Dalam Kitab Suci umat Islam ini terdapat surat yang isinya sangat jelas menunjukan bahwa Islam sejalan dengan teori absolut, yaknisurat Al-Maaidah ayat 45 yang artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa,mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigidengan gigi, dan luka-luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa yangmelepaskan hak qishaashnya, maka melepaskan hak itu menjadipenebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkaramenurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”. Surat ini dan surat -surat sebelumnya menunjukanbahwa Allah SWT menetapkan bahwa hukuman mati merupakanhukuman yang setimpal bagi tindak pidana pembunuhan karenabegitu beratnya akibat dari pembunuhan tersebut.Adapun untuk diberlakukannya kisas terdapat beberapa syarat, yaitu:
a.Pelaku seorang mukalaf, yaitu sudah cukup umur dan berakal.
b.Pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja.
c.Unsur kesengajaan dalam pembunuhan itu tidak diragukan lagi.
d.Pelaku pembunuhan tersebut melakukannya atas kesadaran sendiri,tanpa paksaan dari orang lain.
Kisas tidak dapat diberlakukan apabila pembunuhan yang terjadi melibatkan pelaku dan korban yang memiliki hubungan keturunan.Mengenai kisas ini banyak terjadi perbedaan pendapat di antara parapemuka agama Islam itu sendiri, di antaranya mengenai carapelaksanaan kisas. Pendapat pertama mengatakan bahwa kisas hanyabisa dilakukan dengan pedang atau senjata, terlepas dari pembunuhanyang telah dilakukan menggunakan pedang atau tidak. Pendapat kedua mengatakan bahwa kisas itu dilakukan sesuai dengan cara dan alat yang digunakan pembunuh pada saat melakukan pembunuhan.Namun terdapat kesepakatan di antara ahli agama Islam bahwa apabila ada alat lain yang dapat lebih cepat menghabisi nyawa terpidana, maka boleh digunakan, sehingga penderitaan dan rasa sakit yang dirasakan terpidana tidak terlalu lama.
Bagi penegak hukum dalam negara Islam terdapat prinsip “Lebih baik salah memaafkan dari pada salah menghukum”. Prinsip ini menunjukan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkanhukuman, khususnya hukuman mati. Apabila seseorang mengakuikesalahan yang telah dilakukannya serta bertaubat dengan sungguh-sungguh, berdasarkan surat Al-Maidah ayat 34, maka ia akan diampuni atas perbuatannya oleh Allah. Penegak hukum Islam jugaberpedoman pada ayat tersebut dalam menegakkan hukum Islam.Maka apabila seorang pelaku kejahatan menyerahkan diri lalu mengakui perbuatannya dan bertaubat, hendaknya menjadi suatu pertimbangan bagi para penegak hukum dalam proses penjatuhan hukuman.

3 Penutup
3.1    Simpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Sampai saat ini hukuman mati masih berlaku di Indonesia yang salah satunya sebagaimana termuat di dalam Pasal 36 UU No. 26 Tahun 2000:“Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 huruf a, b, c, d, atau e dipidana dengan pidana mati atau pidanapenjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25 (dua puluh lima)tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.”
 Dilihat dari aspek agama, hukuman mati tidak mutlak ditentang.Begitu juga dalam beberapa hukum adat. Namun demikian, beberapa pihak tertentu ingin agar hukuman mati berhenti diberlakukan di Indonesia.
Dari pembahasan tersebut diatas dapat penulis tarik kesimpulan bahwa sebenarnya hukuman mati masih relevan diterapkan di Indonesia jika dilihat dari kacamata hubungan hukum dan ilmu sosial yang tumbuh dalam masyarakat walaupun dalam Undang-undangDasar 1945 telah dirumuskan bahwa Hak Asasi Manusia dalam hal ini tentang Hak hidup wajib dilindungi oleh negara yang bersifat non deregoble human right artinya hak hidupseseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun akan tetapi demi kepentingan umum negara wajib memberi pembatasan HAM tentang hak hidup berdasarkan perbuatan seseorang agar tujuan-tujuan dari hukum dapat berjalan dengan baik.


3.2  Saran
Menurut saya, kita tidak perlu menuntut penghapusan hukuman mati dengan alasan apapun. Hukuman mati tetap perlu diberlakukan, namun dengan rumusan yang tepat. Kapan, kepada siapa, karena kasus apa, dengan alasan apa dan sebagainya. Dengan pertimbangan sosiologi hukum yang matang. Hukuman mati sangat tepat diberlakukan kepada pelaku kriminal berskala besar dan kepada kepala jaringan kriminal, yang menyebabkan kerugian materil dan imateril yang berskala besar pula. Namun demikian,hukum harus tetap menyelidiki dan memberantas setiap orang yang terlibat di dalamnya. Hukuman mati perlu dihapuskan apabila hukuman mati itu diberlakukan tanpa alasan yang jelas atau kepada pelaku kriminal berskala kecil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar