Problematika Hukuman Mati dengan HAM di Indonesia
1.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang
melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang
lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara
individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh.
Secara teoritis Hak
Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan
beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di
warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan
bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun
mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap
mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM.
Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era
sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup
tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai
kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Salah satu masalah
yang di perdebatkan adalah hukuman mati.
Perdebatan tentang hukuman
mati sudah cukup
lama berlangsung dalam wacana
hukum pidana di Indonesia. Dari pendekatan historis
dan teoritik, hukuman mati adalah pengembangan teori absolut dalam ilmu
hukum pidana. Teori ini
mengajarkan tentang pentingnya
efek jera (detterence effect)
dalam pemidanaan.
Dari pendekatan secara historis
dan teoritik tersebut maka hukuman mati menjadi wacana pro dan kontra di
Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Bagi yang kontra didasarkan pada alasan
atau menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia), salah satunya ialah hak manusia
untuk hidup hal ini didasarkan pada Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945
yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”. Keabsahan hukuman mati terus dipertanyakan. ini
terkait dengan pandangan “Hukum Kodrat” yang menyatakan bahwa hak untuk hidup
adalah hak yang melekat pada setiap individu yang tidak dapat dirampas dan dikurang-kurang
(non-derogable rights) oleh siapapun, atas nama apapun dan dalam situasi apapun
termasuk oleh negara, atas nama hukum atau dalam situasidarurat. Sebagai hak
yang dianugerahkan Tuhan, hak hidup tidak bisa diambil oleh manusia manapun
meski atasnama Tuhan sekalipun. berangkat dari alasan inilah maka hukuman
mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Sebaliknya bagi yang pro berpendapat bahwa
penjatuhan hukuman mati tidak adahubungannya dengan pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) sebab segala bentuk hukuman pada dasarnya melanggar hak
asasi orang. Penjara seumur hidup itu juga merampas hak asasi,sebab pemidanaan
dijatuhkan dengan melihat tindak pidana atau perbuatan yang dilakukanoleh
terdakwa. Hukuman mati dilakukan terhadap pelanggaran norma hukum yang
mengancam suatu perbuatan sehingga harus dihukum demikian. Secara normatif
hukuman mati diterapkan di negara-negara modern khususnya Indonesia atas
perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan subversi, makar, terorisme,
pembunuhan berencana dan lain-lain. Dengan demikian pantaslah orang yang
melakukan demikian dijatuhi hukuman mati.
Dalam hal ini penulis merasa
tertarik untuk membuat makalah tentang HAM
dan hukuman mati. Maka dengan ini penulis mengambil
judul “Problematika Hukuman Mati dengan HAM di Indonesia”.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini dijabarkan
sebagai berikut.
a. Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)?
b. Bagaimana penjelasan Hak
Asasi Manusia (HAM) pada tataran global?
c. Apa saja permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia?
d. Masih relevankah hukuman mati diterapkan di Indonesia
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut.
a. Memaparkan
pengertian HAM
b. Memaparkan konsep HAM pada tataran global
c. Memaparkan
permasalahan dan penegakan HAM di Indonesia
d. Mengidentifikasi apakah hukuman mati masih cocok
diterapkan di Indonesia
2.
Pembahasan
2.1
Pengertian HAM
Hak
Asasi Manusia
(HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa
dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum, Pemerintah
dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (Pasal 1
angka 1
UU
No. 39
Tahun 1999 tentang HAM
dan UU
No. 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan
HAM).
Pelanggaran Hak
Asasi
Manusia
adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja
atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi,
menghalangi,membatasi dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang-undang,
dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
(Pasal 1 angka 6 UU No.
39
Tahun 1999
tentang HAM).
Di dalam alinea IV Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 juga dapat dipahami bahwa Indonesia sangat menekankan
pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Di dalam Pasal 28 A Undang-Undang
Dasar 1945 amandemen kedua dijelaskan: Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Di dalam Pasal 28 I ayat (4)
Undang-Undang Dasar )1945 amandemen kedua dijelaskan: hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum yang berlaku surat adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun. Pasal 28 A dan Pasal 28 I Undang-Undang Dasar
1945 amandemen kedua merupakan pengaturan hak asasi manusia, perbedaanya
pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 amandemen kedua hanya mengatur tentang
hak hidup seseorang tetapi Pasal 28 I Undang-Undang Dasar 1945 hak asasi
manusia tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Baik dalam keadaan normal
(tidak dalam keadaan darurat, tidak dalam keadaan perang atau tidak dalam
keadaan sengketa bersenjata) maupun dalam keadaan tidak normal (keadaan
darurat, dalam keadaan perang dan dalam keadaan sengketa bersenjata) hak hidup
tidak dapat dikurangi oleh Negara, Pemerintah, maupun masyarakat. Hak hidup
bersifat non deregoble human right
artinya hak hidup seseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun. Hak
hidup tidak bersifat deregoble human right artinya dapat disimpangi dalam
keadaan daraurat atau ada alasan yang diatur didalam peraturan perundang
undangan, misalnya melakukan tindak pidana yang diancamdengan hukuman mati.Dari
pembahasan tentang Hak Asasi Manusia diatas dapat kita simpulkan bahwa Negara menjamin
hak hak asasi tiap tiap warga negaranya yang terdapat dalam Undang-Undang 1945.
2.2
HAM pada Tataran Global
Sebelum konsep
HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM ,yaitu:
a. Ham menurut konsep Negara-negara Barat
1) Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
2) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
3) Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
4) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
b. HAM menurut konsep sosialis;
1) Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat
2) Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
3) Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
1.Tidak boleh bertentangan ajaran
agama sesuai dengan kodratnya.
2.Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap
kepala keluarga
3.Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban
sebagai anggota masyarakat.
d.HAM menurut konsep PBB;
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor
Roosevelt dan secara resmi disebut “ Universal Decralation of
Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai:
Ø Hak untuk hidup
Ø Kemerdekaan dan keamanan badan
Ø Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
Ø Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
Ø Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara
Ø Hak untuk mendapat hak milik atas benda
Ø Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
Ø Hak untuk bebas memeluk agama
Ø Hak untuk mendapat pekerjaan
Ø Hak untuk berdagang
Ø Hak untuk mendapatkan pendidikan
Ø Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
Ø Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.
2.3
Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
Sejalan dengan amanat Konstitusi,
Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan
pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak
pembangunan merupakan satu kesatuanyang tidak dapat di pisahkan, baik dalam
penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan pasal 1 (3),
pasal 55, dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan
melalui sutu konsep kerja sama internasional yang berdasarkan pada prinsip
saling menghormati, kesederajatan, dan hubungan antar negaraserta hukum
internasional yang berlaku.
Program penegakan hukum dan HAM
meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus
dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan
hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
- Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari
2004-2009 sebagai gerakan nasional
- Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum
ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia
- Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara
di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya
untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta
konsekuen
- Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak
asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika
masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
- Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan
Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
- Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana
terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
- Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga
Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
- Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas
penegakan hukum dan HAM.
- Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
- Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka
mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta
dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
2.4 Sistem Hukum di Indonesia Terkait
Hukuman Mati
Ada 3 sistem
hukum yang terdapat di Indonesia : Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Islam, dan
Sistem Hukum Adat. Ketiga sistem ini dikemas menjadi satu Sistem Hukum
Nasional.
Ketiga sistem hukum tersebut membahas
tentang kejahatan terhadap nyawa yang berbeda-beda. Dalam sistem hukum
barat yang tertuang dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), Pidana mati
adalah hukuman yang terberat dari semua yang diancamkan terhadap kejahatan yang
berat, misalnya :
a. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Didalam pasal tersebut dijelaskan: Barang siapa sengaja dan dengan rencana
lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana
(moord) dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun.
b. Kejahatan terhadap
keamanan Negara, Pasal 104 KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana). Di dalam pasal tersebut dijelaskan: Makar
dengan maksud membunuh Presiden atau Wakil Presiden atau dengan maksud merampas
kemerdekaan mereka tidak mampu memerintah, diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana paling lama waktu tertentu, paling
lama dua puluh tahun.
c. Melanggar Pasal 124 ayat (3) ke 1 dan ke 2 KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) ancaman hukumannya pidana mati atau penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Dalam sistem hukum adat sering
kita dengar bahwa “Nyawa harus dibayar dengan nyawa” hal ini menunjukan bahwa
didalam hukum adat mengenal hukuman mati.
Namun kembali pada salah
satu asas berlakunya undang-undangyaitu: Undang-undang yang dibuat oleh
penguasa yang lebih tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi, sehingga
apabila ada dua macam undang-undang yang tidak sederajat mengatur objek yang
sama dan salingbertentangan, maka hakim harus menerapkan undang-undang yang
lebihtinggi dan menyatakan bahwa undang-undang yang lebih rendah
tidak mengikat (lex superior derogat legi inferiori). Ini berarti apabila
hukuman mati diberlakukan oleh negara, maka hukum adat perda tidak
berhak menentang. Sebaliknya, jika hukum adat atau perda memberlakukanhukuman
mati tetapi negara tidak, maka tidak boleh ada hukuman mati.
Jika ditinjau dari segi
hukum agama, faktanya terdapat beberapa agama
yang mengindikasikan adanya hukuman mati termasuk bagian yang tidak
mendukungnya. Berikut saya sampaikan indikasi pro dan kontra hukuman
mati dari berbagai agama:
1.Agama Hindu
Di dalam kitab hukum Hindu salah
satunya Manawa Dharmasastra memuat tentang tindakan yang dilarang beserta
sanksinya. Beberapaayat memuat hukuman mati untuk bentuk kejahatan
tertentu.Namun dalam Śānti Parva (Mahābharāta) ada sebuah percakapanantara
pangeran Satyavan dengan raja Dyumatsena sebagai berikut:
Pangeran Satyavan: Terkadang kebajikan membuat
kita mengetahuidosa dan dosa membuat kita mengetahui bentuk kebajikan. Dan
tidak akan pernah mungkin membinasakan manusia dapat dianggap
suatuperbuatan yang bijak.
Raja Dyumatsena: Apabila mengecualikan mereka
yang harusdibunuh adalah bijak, apabila perampok dikecualikan, Satyavan,
makaperbedaan antara kebajikan dan perbuatan dosa akan samar.
Pangeran Satyavan: Tidak dengan membinasakan
seorang pelakukejahatan, seorang Raja hendaknya menghukum dia sebagaiseseorang
yang ditakdirkan berdasarkan Kitab. Seorang Raja hendaknya tidak berbuat
sebaliknya, mengabaikan moral untuk merendahkan martabat pelaku kejahatan.
Dengan membunuh seorangpelanggar, Raja membunuh banyak orang tidak berdosa.
Dengan membunuh seorang perampok tunggal, istri, ibu, bapa dan anak
yangbersangkutan semuanya ikut terbunuh. Ketika dirugikan oleh seorangpelaku
kejahatan, Raja oleh karenanya harus merenungkan persoalanpenghukuman.
Terkadang orang jahat terlihat meniru kebaikan dariorang baik. Hal tersebut
mencerminkan anak yang baik berasal dariketurunan orang jahat. Maka dari itu
sebaiknya orang jahat tidak dimusnahkan. Pemusnahan seorang jahat tidak
sesuai dengan hukumkeabadian dalam agama Hindu.Percakapan ini menjadi landasan
bahwa hukuman mati tidak diperlukan dalam agama Hindu.
2.Agama Kristen
Kalangan Kristen dari umat biasa
sampai pendeta baik dari KristenKatolik maupun Kristen Protestan memiliki
pandangan yang berbedamengenai hukuman mati.“Surat Paulus kepada Jemaat di
Roma” bab 13 ayat 1-4 tentang keharus-patuhan rakyat terhadap pemerintahmenjadi
landasan berlakunya hukuman mati. Namun bagi kalanganKristen yang menentang,
mereka berlandaskan Exodus bab 20 ayat 13, yang menuliskan: “Kamu tidak
boleh melakukan pembunuhan”.Kemudian dalam Surat Yesaya ayat 5 dijelaskan:
“Beginilah firman Allah, Tuhan yang menciptakan langit dan membentangkannya,
yangmenghamparkan bumi dengan segala yang tumbuh di atasnya, yangmemberi nafas
kepada umat manusia yang mendudukinya dan nyawakepada mereka yang hidup di
atasnya.”Kesimpulannya dalam Kristen ada ayat (dalam surat Exodus)
yangmenyatakan dengan tegas bahwa tidak boleh membunuh.
3.Agama Islam
Bentuk peraturan dalam ajaran
Islam terdiri dari hudud (suatu bentuk peraturan yang bentuk
pelanggaran dan sanksinya sudah di atursecara pasti dan ta’zir (suatu
bentuk peraturan yang bentuk pelanggarannya sudah di atur tetapi bentuk
sanksinya di serahkan kepada negara).Dalam agama Islam dikenal apa yang
dinamakan Kisas (memberikanperlakuan yang sama kepada pelaku pidana sebagaimana
ia melakukannya terhadap korban. Dasar berlakunya kisas ini adalah berdasarkan
firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah, yakni surat kedua dari Al-Quran,
ayat 178 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hambadengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat
pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang
baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamudan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu,maka baginya siksa yang sangat pedih.”.
Dalam penjelasannya diterangkan
bahwadiat adalah suatu ganti rugi yang dibayarkankepada ahli waris
korban. Dalam hukum Islam hukuman mati dapat diganti dengan pembayaran
ganti rugi kepada ahli waris korbanapabila sebelumnya ahli waris korban telah
memaafkan pelakukejahatan pembunuhan atas apa yang dilakukannya. Selanjutnya dalam
ayat 179 Allah SWT berfirman: “Dan dalam kisas itu adajaminan kelangsungan
hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal,supaya kamu ber-taqwa”.
Dalam Kitab Suci umat Islam
ini terdapat surat yang isinya sangat jelas menunjukan bahwa Islam sejalan
dengan teori absolut, yaknisurat Al-Maaidah ayat 45 yang artinya: “Dan Kami
telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa dibalas dengan
jiwa,mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigidengan
gigi, dan luka-luka pun ada qishaashnya. Barangsiapa yangmelepaskan hak
qishaashnya, maka melepaskan hak itu menjadipenebus dosa baginya. Barangsiapa
tidak memutuskan perkaramenurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.”. Surat ini dan surat -surat sebelumnya
menunjukanbahwa Allah SWT menetapkan bahwa hukuman mati merupakanhukuman yang
setimpal bagi tindak pidana pembunuhan karenabegitu beratnya akibat dari
pembunuhan tersebut.Adapun untuk diberlakukannya kisas terdapat beberapa
syarat, yaitu:
a.Pelaku seorang mukalaf, yaitu
sudah cukup umur dan berakal.
b.Pembunuhan itu dilakukan dengan
sengaja.
c.Unsur kesengajaan dalam
pembunuhan itu tidak diragukan lagi.
d.Pelaku pembunuhan tersebut melakukannya atas kesadaran sendiri,tanpa
paksaan dari orang lain.
Kisas tidak dapat diberlakukan
apabila pembunuhan yang terjadi melibatkan pelaku dan korban yang memiliki
hubungan keturunan.Mengenai kisas ini banyak terjadi perbedaan pendapat di
antara parapemuka agama Islam itu sendiri, di antaranya mengenai
carapelaksanaan kisas. Pendapat pertama mengatakan bahwa kisas hanyabisa
dilakukan dengan pedang atau senjata, terlepas dari pembunuhanyang telah
dilakukan menggunakan pedang atau tidak. Pendapat kedua mengatakan bahwa kisas
itu dilakukan sesuai dengan cara dan alat yang digunakan pembunuh pada saat
melakukan pembunuhan.Namun terdapat kesepakatan di antara ahli agama Islam
bahwa apabila ada alat lain yang dapat lebih cepat menghabisi nyawa terpidana,
maka boleh digunakan, sehingga penderitaan dan rasa sakit yang dirasakan
terpidana tidak terlalu lama.
Bagi penegak hukum dalam negara
Islam terdapat prinsip “Lebih baik salah memaafkan dari pada salah menghukum”.
Prinsip ini menunjukan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam
menjatuhkanhukuman, khususnya hukuman mati. Apabila seseorang mengakuikesalahan
yang telah dilakukannya serta bertaubat dengan sungguh-sungguh, berdasarkan
surat Al-Maidah ayat 34, maka ia akan diampuni atas perbuatannya oleh Allah.
Penegak hukum Islam jugaberpedoman pada ayat tersebut dalam menegakkan hukum
Islam.Maka apabila seorang pelaku kejahatan menyerahkan diri lalu mengakui
perbuatannya dan bertaubat, hendaknya menjadi suatu pertimbangan bagi para
penegak hukum dalam proses penjatuhan hukuman.
3 Penutup
3.1
Simpulan
HAM
adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap
individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu
kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Sampai saat ini hukuman mati
masih berlaku di Indonesia yang salah satunya sebagaimana termuat di dalam
Pasal 36 UU No. 26 Tahun 2000:“Setiap orang yang melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalamPasal 8 huruf a, b, c, d, atau e dipidana dengan
pidana mati atau pidanapenjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 25
(dua puluh lima)tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.”
Dilihat dari aspek agama,
hukuman mati tidak mutlak ditentang.Begitu juga dalam beberapa hukum adat.
Namun demikian, beberapa pihak tertentu ingin agar hukuman mati berhenti
diberlakukan di Indonesia.
Dari pembahasan tersebut diatas
dapat penulis tarik kesimpulan bahwa sebenarnya hukuman mati masih relevan
diterapkan di Indonesia jika dilihat dari kacamata hubungan hukum dan ilmu
sosial yang tumbuh dalam masyarakat walaupun dalam Undang-undangDasar 1945
telah dirumuskan bahwa Hak Asasi Manusia dalam hal ini tentang Hak hidup wajib
dilindungi oleh negara yang bersifat non deregoble human right artinya hak
hidupseseorang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun akan tetapi demi
kepentingan umum negara wajib memberi pembatasan HAM tentang hak hidup
berdasarkan perbuatan seseorang agar tujuan-tujuan dari hukum dapat berjalan
dengan baik.
3.2
Saran
Menurut saya, kita tidak perlu
menuntut penghapusan hukuman mati dengan alasan apapun. Hukuman mati tetap
perlu diberlakukan, namun dengan rumusan yang tepat. Kapan, kepada siapa,
karena kasus apa, dengan alasan apa dan sebagainya. Dengan pertimbangan
sosiologi hukum yang matang. Hukuman mati sangat tepat diberlakukan kepada
pelaku kriminal berskala besar dan kepada kepala jaringan kriminal, yang
menyebabkan kerugian materil dan imateril yang berskala besar pula. Namun
demikian,hukum harus tetap menyelidiki dan memberantas setiap orang yang
terlibat di dalamnya. Hukuman mati perlu dihapuskan apabila hukuman mati
itu diberlakukan tanpa alasan yang jelas atau kepada pelaku kriminal berskala kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar